Pengacara Muhammad Arnaz. SH., MH. Mendampingi korban Kasus Penahanan Ijazah Karyawan di Solo, Perempuan Asal Sukoharjo Tempuh Jalur Hukum
RADARSOLO.COM – Minggu, 25 Mei 2025 | 12:16 WIB
Praktik
penahanan ijazah
karyawan kembali menjadi
sorotan publik.
Pengacara Muhammad Arnaz. SH., MH mendampingi korban Kasus Penahanan Ijazah Karyawan di Solo, Perempuan Asal Sukoharjo Tempuh Jalur Hukum
Kasus terbaru menimpa Rizka Andika, 23, seorang perempuan muda asal Sukoharjo, yang melaporkan pemilik usaha kedai kopi (coffee shop) di wilayah Jebres, Solo, ke Mapolresta Surakarta pada Minggu (25/5) pagi.
Rizka mengaku bahwa ijazahnya ditahan oleh pihak manajemen tempatnya bekerja dan hanya akan dikembalikan jika dia bersedia membayar uang sebesar Rp 5 juta.
Rizka menceritakan bahwa dia mulai bekerja di kedai tersebut sejak 2022.
Setelah diterima, dia diminta menandatangani kontrak kerja, namun tanpa pemberitahuan tertulis dalam kontrak tersebut, dia diminta untuk menyerahkan ijazah asli sebagai syarat dapat mulai bekerja.
“Saat saya tandatangan kontrak, tidak ada poin yang menyebutkan saya harus menyerahkan ijazah. Tapi tak lama setelahnya, saya diminta menyerahkannya agar bisa mulai kerja. Saya pikir waktu itu memang prosedur perusahaan,” ujar Rizka.
Setelah hampir dua tahun bekerja, Rizka berniat mengundurkan diri untuk mencari peluang kerja yang lebih baik.
Namun, niat tersebut justru terhambat. Ketika hendak mengambil kembali ijazah yang diserahkan saat awal masuk kerja, pihak pengelola usaha justru meminta uang sebesar Rp 5 juta sebagai biaya pengambilan ijazah.
“Saya kaget dan bingung. Mereka bilang, saya sudah mendapat ilmu, pengalaman kerja, dan pelatihan di tempat itu. Jadi kalau ingin keluar dan ambil ijazah, harus membayar lima juta rupiah,” ungkap Rizka dengan nada kecewa.
Sementara itu, kuasa hukum Rizka, Mohammad Arnaz menegaskan bahwa tindakan penahanan ijazah seperti ini jelas melanggar hukum dan hak dasar pekerja.
Dia mengatakan bahwa tidak ada alasan yang membenarkan penahanan dokumen pribadi milik seseorang, apalagi dijadikan alat untuk menekan atau meminta sejumlah uang.
“Ini praktik yang tidak manusiawi dan melawan hukum. Tidak ada dasar hukum bagi perusahaan atau pengusaha untuk menahan ijazah pekerja, apalagi mematok biaya sebagai syarat pengambilan,” tegas Arnaz.
Arnaz menjelaskan bahwa pihaknya telah menempuh mediasi dengan tempat kerja Rizka, termasuk berkonsultasi dengan Dinas Tenaga Kerja Kota Solo.
Dinas terkait telah mengeluarkan surat anjuran agar pihak perusahaan mengembalikan ijazah Rizka secara sukarela, namun hingga saat ini prosesnya belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.
"Kami sudah ikuti jalur resmi, sudah ada surat anjuran dari dinas. Tapi respon dari pihak manajemen sangat lamban, dan cenderung menghindar. Karena itu kami memilih melanjutkan proses hukum," ujarnya.
Pihak kuasa hukum juga telah menyurati Pemerintah Kota Solo sebagai bentuk permintaan dukungan dan perhatian terhadap persoalan yang dinilai dapat menjadi preseden buruk bagi dunia ketenagakerjaan di Solo.
"Kami juga sudah melayangkan surat ke Pemkot Solo. Harapannya, pemerintah bisa ikut memberi perhatian lebih pada persoalan ini, karena bukan tidak mungkin ada banyak pekerja lain yang mengalami hal sama tetapi tidak berani bersuara," pungkasnya. (atn/nik)
Sumber :
https://radarsolo.jawapos.com/solo/846057859/kasus-penahanan-ijazah-karyawan-di-solo-perempuan-asal-sukoharjo-tempuh-jalur-hukum-temannya-takut-resign-karena-faktor-ini
Ijazah Ditahan Perusahaan dan Harus Bayar Rp5 Juta, Pekerja di Solo Lapor Polisi
Harianjogja.com, SOLO - Senin, 26 Mei 2025
Seorang perempuan pekerja salah satu kedai kopi di Solo, RA, 23, membuat aduan ke Polresta Solo karena ijazahnya ditahan oleh pemberi kerja. Tak hanya itu, RA juga mengaku diminta membayar Rp5 juta kepada pemberi kerja untuk menebus ijazahnya itu.
Informasi yang diperoleh Espos, RA mendatangi Mapolresta Solo untuk membuat aduan pada Sabtu (24/5/2025). Kepada awak media, RA yang saat itu didampingi kuasa hukumnya, menyampaikan untuk menebuh ijazah SMA-nya tersebut ia harus membayar uang senilai Rp5 juta.
RA menceritakan ijazah aslinya ditahan oleh manajemen sejak mulai bekerja di kedai kopi tersebut pada 2022. Menurut pengakuannya, saat awal bekerja ia diminta menyerahkan ijazah tanpa ada pemberitahuan tertulis dalam kontrak kerja.
“Saat saya interview dan tanda tangan kontrak, tidak ada poin yang menyebutkan saya harus menyerahkan ijazah. Tapi tak lama setelahnya saya diminta menyerahkan ijazah sebagai syarat agar bisa mulai kerja. Saya pikir waktu itu memang prosedur perusahaan,” kata dia saat ditemui awak media di Mapolresta Solo, Sabtu (24/5/2025).
Masalah muncul ketika RA berniat mengundurkan diri untuk kuliah dan mencari peluang kerja baru pada pertengahan 2023. Ketika hendak mengambil kembali ijazahnya, manajemen kedai kopi tempatnya bekerja justru meminta uang Rp5 juta sebagai syarat pengambilan.
“Mereka bilang saya sudah dapat ilmu dan pelatihan. Jadi kalau ingin keluar dan ambil ijazah harus bayar lima juta rupiah,” kata RA.
Menurut RA, bukan hanya dirinya yang mengalami hal serupa. Beberapa rekan kerjanya juga menyerahkan ijazah, namun memilih diam karena takut akan konsekuensinya.
“Teman-teman saya tahu, tapi mereka takut resign karena harus bayar kalau mau ambil ijazah. Jadinya mereka bertahan,” jelasnya.
Kuasa hukum RA, Mohammad Arnaz, menyebut praktik penahanan ijazah tersebut tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga bertentangan dengan hak dasar pekerja. Ia menegaskan tidak ada dasar hukum yang membenarkan perusahaan menahan dokumen pribadi milik pekerja.
“Ini praktik yang tidak manusiawi dan melawan hukum. Tidak ada dasar hukum bagi perusahaan untuk menahan ijazah, apalagi mematok biaya [untuk mengambil ijazah],” kata Arnaz.
Arnaz menambahkan telah berupaya menempuh jalur mediasi dengan pengelola kedai, termasuk berkonsultasi dengan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Solo. Disnaker telah mengeluarkan surat anjuran agar ijazah dikembalikan secara sukarela.
Namun hingga kini, belum ada tindak lanjut memuaskan dari pengelola kedai kopi. “Respons dari manajemen lamban dan terkesan menghindar. Karena itu kami memilih melanjutkan ke jalur hukum,” kata dia.
Tak hanya itu, Arnaz juga telah menyurati Pemerintah Kota (Pemkot) Solo agar turut memberi perhatian terhadap kasus ini. Ia khawatir praktik serupa terjadi di banyak tempat kerja lain namun belum terungkap.
“Harapannya, pemerintah tidak menutup mata. Ini bisa jadi preseden buruk jika dibiarkan. Banyak pekerja muda yang takut bicara karena khawatir kehilangan dokumen penting mereka,” ujarnya.
Sementara itu, Espos telah berusaha meminta konfirmasi ke kedai kopi bersangkutan terkait penahanan ijazah tersebut. Namun, hingga berita ini ditulis manajemen kedai kopi tersebut belum memberikan respons sama sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar